Jakarta Selatan Pos – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali aktif mendorong serapan kredit di sektor pertanian untuk mengatasi masalah permodalan yang sering dihadapi oleh petani dan nelayan. Menurut Deputi Direktur Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Provinsi Bali, Rony Ukurta Barus, tim percepatan akses keuangan daerah (TPAKD) di Bali diharapkan dapat memaksimalkan potensi ekonomi masing-masing wilayah.
Salah satu langkah strategis yang diambil adalah memberikan literasi keuangan kepada perwakilan kelompok tani dan nelayan di Bali. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mereka mengenai berbagai produk keuangan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan dan badan usaha milik daerah. Dalam hal ini, mereka juga diajak untuk berperan sebagai pembeli hasil pertanian, yang dikenal sebagai offtaker.
Pemahaman yang diberikan mencakup berbagai aspek penting, seperti pembiayaan pertanian, termasuk kredit untuk alat dan mesin pertanian (alsintan). Selain itu, OJK juga memperkenalkan program klaster pertanian close loop, yang merupakan model kemitraan agribisnis dari hulu hingga hilir, serta berbagi pengalaman terkait budidaya pisang. Dengan langkah-langkah ini, OJK berharap dapat memfasilitasi akses permodalan yang lebih cepat dan mudah bagi para petani dan nelayan melalui program Kredit/Pembiayaan Sektor Prioritas (KPSP).
Program KPSP ini dirancang untuk meningkatkan produksi pertanian di Bali, yang pada gilirannya akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan menciptakan kemandirian pangan. Pemerintah Provinsi Bali menyadari bahwa masalah permodalan adalah salah satu kendala utama yang menghambat produktivitas petani dan nelayan, sehingga sektor pertanian dan kelautan didorong untuk menjadi prioritas dalam pembangunan di daerah ini.
Kepala Bidang Sumber Daya Pertanian Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Sang Ayu Sri Wahyuni, menekankan bahwa berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Upaya tersebut termasuk pengembangan skema kredit seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), KPSP, dan kredit untuk alsintan, serta penguatan sektor keuangan mikro agribisnis.
Berdasarkan data yang dirilis oleh OJK Bali, selama periode Januari hingga Agustus 2024, realisasi kredit di Pulau Dewata mencapai Rp110,17 triliun, yang menunjukkan peningkatan sebesar 8 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023, yaitu Rp102 triliun. Dari total kredit yang disalurkan, komposisi kredit di sektor pertanian mencapai 5,34 persen, dengan penyaluran sebesar Rp5,88 triliun.
Meskipun sektor pertanian menunjukkan pertumbuhan sebesar 12,41 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kredit terbesar tetap berada di sektor konsumtif, mencapai 34 persen. Sektor perdagangan besar dan eceran menyerap 29,40 persen dari total kredit, sementara sektor akomodasi, makan, dan minum, yang merupakan bagian dari sektor pariwisata, menyerap 11,24 persen. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya yang lebih lanjut dalam meningkatkan akses permodalan bagi sektor pertanian dan kelautan di Bali.