Jaksel Pos – Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, baru-baru ini menyaksikan pembebasan bersyarat empat orang terpidana terkait pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian. Mereka terlibat dalam penyelundupan puluhan etnis Rohingya ke Indonesia. Pembebasan tersebut dilakukan setelah mereka menjalani dua pertiga dari total masa hukuman penjara mereka.
Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Kelas II B Meulaboh, Ganda Fernandi, menyampaikan informasi mengenai pembebasan bersyarat ini. “Keempat terpidana, yaitu Erpan, Harfadi, Muchtar, dan Herman Saputra, sudah bebas sesuai dengan syarat yang berlaku,” ungkapnya dalam keterangan pers di Meulaboh pada Rabu (17/10/2024).
Ganda menjelaskan bahwa perhitungan masa tahanan dilakukan sejak penahanan pertama oleh Polres Aceh Barat pada akhir Maret 2024. Keempat terpidana ini sebelumnya divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh pada 3 September 2024 dengan hukuman penjara yang bervariasi. Erpan, Harfadi, dan Muchtar dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan denda Rp15 juta per orang. Sementara Herman Saputra dijatuhi hukuman 14 bulan penjara dan denda sebesar Rp35 juta.
Pengadilan menyatakan bahwa keempat terpidana terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagai penanggung jawab alat angkut. Mereka diketahui sengaja mengangkut imigran yang tidak melalui pemeriksaan pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Hal ini melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana.
Keempat terpidana ini didakwa melakukan penyelundupan puluhan etnis Rohingya ke Aceh. Mereka diketahui telah menjemput imigran tersebut di perairan Sabang pada Maret 2024. Pada tanggal 20 Maret 2024, kapal yang membawa sekitar 70 imigran Rohingya mengalami kecelakaan dan terbalik akibat badai, yang kemudian menyebabkan penangkapan terhadap keempat pelaku di lokasi berbeda.
Dalam perkembangannya, Polda Aceh mengungkap bahwa keberadaan imigran etnis Rohingya yang kini terjebak di kapal di perairan Labuhan Haji, Aceh Selatan, merupakan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Humas Polda Aceh, Kombes Pol Joko Krisdiyanto, pada Senin (21/10). Ia mengkonfirmasi penangkapan tiga terduga pelaku penyelundupan, sementara delapan orang lainnya masih dalam pengejaran.
Pengungkapan kasus ini berawal dari penemuan mayat perempuan di sekitar perairan Pelabuhan Labuhan Haji pada 17 Oktober. Dalam penyelidikan, ditemukan bahwa satu unit kapal motor terombang-ambing sekitar empat mil dari pantai, yang berisi 150 imigran Rohingya, termasuk tiga orang yang dilaporkan meninggal dunia. Investigasi lebih lanjut menunjukkan bahwa mereka berangkat dari Cox’s Bazar, Bangladesh, antara 9 hingga 12 Oktober 2024, sebelum berlayar menuju perairan Aceh.
Sementara itu, Ganda Fernandi menambahkan bahwa keempat terpidana telah memenuhi syarat administratif dan substantif untuk menerima pembebasan bersyarat dan telah membayar denda sesuai putusan pengadilan. “Saat ini, mereka tidak lagi berada di Lapas Meulaboh karena sudah bebas bersyarat,” tutup Ganda.
Kejadian ini menunjukkan perlunya penegakan hukum yang lebih ketat terhadap penyelundupan manusia dan perlindungan bagi imigran yang menjadi korban dalam situasi sulit.