Jaksel Pos – Kepolisian DKI Jakarta telah menyiapkan pengamanan secara maksimal menjelang unjuk rasa yang diadakan oleh ribuan buruh di Kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. Sebanyak 1.270 personel gabungan dikerahkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban selama aksi tersebut. Pengamanan ini melibatkan anggota dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, Pemda DKI Jakarta, dan berbagai instansi terkait lainnya.
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro, menjelaskan bahwa personel akan ditempatkan di beberapa titik strategis, termasuk di sekitar bundaran Patung Kuda Monas dan depan Istana Negara. Penempatan personel ini bertujuan untuk mengantisipasi situasi dan mencegah massa aksi memasuki area Istana Negara.
Untuk memastikan kelancaran lalu lintas di sekitar lokasi unjuk rasa, Susatyo menyebutkan bahwa pengalihan arus lalu lintas akan dilakukan sesuai dengan dinamika situasi di lapangan. “Jika jumlah massa tidak terlalu banyak, arus lalu lintas akan normal. Namun, jika eskalasi meningkat, maka arus lalu lintas akan dialihkan,” ujarnya.
Susatyo menekankan pentingnya pendekatan yang humanis dalam pengamanan. Ia meminta kepada seluruh personel untuk bertindak persuasif, tidak memprovokasi, dan mengedepankan negosiasi serta pelayanan yang baik kepada masyarakat. “Kami harap para koordinator lapangan dan orator juga dapat menyampaikan orasi dengan santun dan tidak memprovokasi massa,” tambahnya. Dia juga mengingatkan para demonstran untuk melakukan unjuk rasa secara damai, tanpa anarkis, dan menghormati pengguna jalan lain.
Dalam hal pengamanan, Susatyo menegaskan bahwa tidak ada personel yang membawa senjata. Semua perintah dan kendali operasi ada di tangannya sebagai Kepala Pengamanan Wilayah. “Kita harus menghargai saudara-saudara kita yang akan menyampaikan pendapatnya di muka umum,” ucap Susatyo.
Aksi unjuk rasa yang berlangsung hari ini diikuti oleh sekitar 3.000 buruh dari wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Buruh membawa dua tuntutan utama kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Tuntutan pertama adalah kenaikan upah minimum pada tahun 2025 sebesar 8-10 persen tanpa adanya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023. Tuntutan kedua adalah pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja, khususnya terkait klaster ketenagakerjaan dan perlindungan petani.
Aksi ini merupakan bagian dari gerakan yang diprakarsai oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Partai Buruh, dan serikat pekerja lainnya. Ini merupakan langkah awal dari serangkaian aksi yang direncanakan berlangsung hingga 31 Oktober 2024 di berbagai daerah, termasuk di kantor gubernur dan wali kota di 350 kabupaten/kota dan 38 provinsi.
Jika pemerintah tidak memenuhi tuntutan tersebut hingga akhir bulan, serikat buruh mengancam akan melakukan mogok nasional pada tanggal 11 atau 12 November. Ancaman mogok ini menjadi sinyal bagi pemerintah untuk lebih responsif terhadap aspirasi buruh yang menuntut perbaikan kondisi kerja dan peningkatan upah. Dengan pengamanan yang ketat dan penekanan pada tindakan damai, diharapkan unjuk rasa dapat berlangsung dengan tertib tanpa mengganggu ketertiban umum.